NEWS

CAP TIGA JARI SHUN

Pelaksanaan cap tiga jari SHUN tahun pelajaran 2015/2016

...


CAP TIGA JARI IJAZAH

Cap tiga jari Ijazah tahun p...


Terbaru Kep SEk KBM Gambar 2
LOMBA ESSAY
2012-07-02
Written By Admin

MENGAPA KASUS PENGKLAIMAN BUDAYA iNDONESIA OLEH NEGARA LAIN DAPAT TERJADI?

Oleh: Irfan Fadilah, SMP Budi Luhur 

     Indonesia adalah negara yang luas dengan ratusan pulau yang tersebar di dalamnya. Perbedaan letak geografis antarwilayah di Indonesia melahirkan keberagaman ras dan suku bangsa. Keragaman inilah yang menyebabkan Indonesia terkenal dengan kemajemukan budaya. Berbagai produk kebudayaan seperti kepercayaan, bahasa, dan kesenian beragam jenisnya. Sebagian besar adalah murni lahir dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia, sedangkan sebagian lainnya merupakan akulturasi budaya lokal dengan pendatang. Akan tetapi, baru baru ini, masyarakat Indonesia (termasuk kami) dikejutkan oleh isu pengklaiman budaya nusantara yang dilakukan oleh negara lain. Saya sebagai masyarakat Indonesia merasa prihatin dengan hal ini. Sebab, bukannya tidak mungkin bila suatu saat ulah pengklaiman ini terus berlanjut sehingga Indonesia tidak lagi memiliki  kebudayaan yang khas dan dikenal seluruh dunia. Hal inilah yang membuat saya tertarik untuk mengangkat topik “Mengapa kasus pengklaiman budaya Indonesia oleh negara lain dapat terjadi? ” sebagai topik yang akan saya bahas dalam esai saya berikut ini.

     Beberapa bulan terakhir, Indonesia digemparkan dengan isu pengklaiman produk budaya Indonesia seperti lagu, tarian, alat musik,kerajinan, hingga masakan khas nusantara oleh negara lain. Hal ini jelas merupakan tamparan besar bagi kita bangsa Indonesia. Kita sering melihat dan mendengar berbagai berita di media massa mengenai demonstrasi  yang dilakukan berbagai kalangan masyarakat, memprotes peranan pemerintah yang dinilai tidak becus dalam menanggapi kasus pengklaiman tersebut. Menurut kami, pemerintah bukanlah satu-satunya yang harus disalahkan dalam hal ini. Masyarakat juga turut terlibat sebagai faktor penyebabnya. Bangsa Indonesia selama ini terlanjur lama salah paham dengan nilai yang terkandung dalam kekayaan budaya nusantara.

        Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa kekayaan budaya dapat dinilai dengan ukuran materi atau sebatas pada bentuk fisik dari kebudayaan tersebut seperti tari, lagu-lagu tradisional, benda purbakala, dan sebagainya. Sehingga, selama ini kebudayaan telah disempitartikan sebagai kesenian atau adat-istiadat saja. Kebudayaan dianggap tidak lebih dari benda-benda yang kalau tidak terasa langsung manfaatnya, langsung dilupakan. Akibat kesalahpahaman akan arti kebudayaan itu sendiri bangsa ini menjadi lupa dan tak acuh terhadap produk kebudayaan nasional. Nasionalisme baru terbangun saat budaya diklaim negara lain.

        Kami sendiri sering merenungkan mengapa masyarakat Indonesia tidak menaruh kepedulian terhadap kekayaan budaya nusantara. Apakah menurut mereka mengenal dan mencintai kebudayaan nusantara adalah sesuatu yang ketinggalan zaman? Kami sering mengamati betapa bangganya masyarakat Indonesia yang tergolong kalangan atas setiap kali mereka selesai melakukan perjalanan ke luar negeri. Ada nilai gengsi tersendiri bagi mereka jika berhasil memboyong diri dan keluarga berjalan jalan di luar negeri meskipun tidak terlalu jauh, seperti ke Singapura atau Malaysia misalnya. Padahal dua negara yang kami sebutkan tadi hanya memiliki luas tidak lebih dari Pulau Jawa. Jelas, kebudayaan mereka tidaklah sebanyak dan seberagam dengan yang dimiliki Indonesia. Lantas apa yang mereka kunjungi di sana? Kalau sekadar rekreasi atau wisata belanja, semua tersedia di Indonesia. Untuk apa jauh jauh berpergian dan membuang devisa keluar negeri? Menurut kami, adalah lebih baik bagi mereka untuk berwisata ke daerah yang ada di Indonesia lalu membeli kerajinan tradisional sehingga para pengrajin dapat terus berproduksi sehingga produk kebudayaan nusantara tidak punah dan tetap dicintai masyarakat Indonesia.

        Kalangan menengah sampai kalangan bawah pun ikut andil untuk tidak peduli dengan kebudayaan Indonesia. Sebagai contoh, mereka lebih suka mempelajari tarian ala barat (modern dance) daripada tarian tradisonal karena mereka menganggap tarian modern adalah tarian yang menarik, masa kini, dan keren. Contoh yang lebih sederhana lagi, kami sering mengamati gaya berbicara masyarakat perkotaan yang kerap menyisipkan istilah-istilah dalam bahasa Inggris supaya terkesan modern dan terpelajar. Hal ini tanpa kita sadari perlahan-lahan mengikis rasa cinta kita terhadap bahasa nasional yang merupakan produk kebudayaan asli Indonesia.

        Sebenarnya perilaku masyarakat yang demikian tidaklah terlepas dari dampak globalisasi yang sedang melanda seluruh dunia terutama Indonesia sebagai negara berkembang, di mana masyarakatnya tengah dimanjakan dengan keuntungan dari arus lintas ekonomi dan budaya antarnegara yang demikian produktif dan deras. Bagi kami, bangsa yang baik adalah bangsa yang dapat dengan cerdas memilah-milah budaya mana yang baik dan yang buruk, sehingga mereka tidak akan larut dalam euphoria budaya internasional dan lantas menerima kebudayaan asing begitu saja. Karena pada dasarnya sudah tertanam kuat dalam diri mereka rasa untuk menghargai dan mencintai kebudayaan negara mereka sendiri ketimbang budaya negara lain. Sayangnya, di Indonesia masih sedikit sekali orang-orang yang memiliki  kesadaran seperti itu. Mereka masih belum sadar akan bahaya terselubung globalisasi terhadap pemudaran jati diri dan kebudayaan bangsa Indonesia.             

        Menurut kami, pemerintah Indonesia juga kurang tanggap dalam mematenkan kebudayaan nusantara dan menyosialisasikan kebudayaan  sehingga masyarakat yang tengah dimanja arus globalisasi tadi tidak merasa terpanggil ataupun merasa bersalah atas perilaku mereka selama ini. Baru setelah terjadi kasus pengklaiman kebudayaan Indonesia oleh negara lain, pemerintah segera mengambil langkah dengan mematenkan kebudayaan tersebut kepada lembaga Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Dunia di bawah PBB; UNESCO. Ini jelas mencerminkan perilaku pemerintah yang terkesan santai selama belum terjadi masalah. Setelah terjadi masalah, barulah mereka mengambil tindakan. Seharusnya, tidaklah perlu menunggu untuk mengambil tindakan saat hanya ada masalah saja.    

        Dari apa yang telah saya jabarkan, maka dapat saya simpulkan bahwa sifat dan perilaku masyarakat Indonesia yang selama ini kurang peduli akan kebudayaan nusantara amat berkaitan dengan pengaruh globalisasi. Dalam hal ini, pemerintah pun seharusnya ikut campur tangan dalam masalah ini, contohnya menyosialisasikan arti kebudayaan kita kepada masyarakat Indonesia secara lebih serius dan menarik, sehingga kebudayaan Indonesia dapat dipandang dan dicintai oleh masyarakatnya sendiri dan tidak lagi disempitartikan sebagai kesenian tradisional semata. Jangan hanya menyosialisasikan kebudayaan kita ke mancanegara demi meraup untung di bidang pariwisata, tapi kita juga harus mengimbangi dengan produktivitas dalam pelestarian kebudayaan Indonesia agar kebudayaan asli Indonesia dapat tetap diakui di mata dunia karena kekayaan budaya itu tidak bisa dinilai dengan materi semata, tetapi juga keasliannya. Yang saya khawatirkan adalah dampak dari sosialisasi kebudayaan tersebut. Kebudayaan kita sewaktu-waktu bisa dimanfaatkan oleh negara lain dan diklaim sebagai kebudayaan mereka apabila kita tidak segera bertindak .

        Menurut kami, tindakan pengklaiman yang dilakukan Negara lain tersebut, justru merupakan teguran bagi bangsa Indonesia untuk lebih menghargai kebudayaannya sendiri. Janganlah memandang tindakan pengklaiman tersebut sebagai tindakan yang menyulut perpecahan, tetapi  seharusnya kita berkaca dan membenahi diri supaya kasus demikian tidak akan terulang lagi. Meskipun demikian, belumlah terlambat bagi bangsa Indonesia untuk memperbaiki keadaan ini.